Selatan Jatim, 'tambang emas' yang belum terjamah
Pertumbuhan kawasan Jawa Timur bagian selatan hingga kini masih
kalah dibandingkan dengan kawasan utara. Ketimpangan itu dipicu
masih minimnya infrastruktur utama, khususnya jalan antardaerah di
wilayah itu. Kondisi itulah yang membuat Pemerintah Provinsi Jatim
memprioritaskan pembangunan proyek Jalan Lintas Selatan (JLS).
Realisasi pembangunan JLS sendiri kini sangat ditunggu-tunggu
masyarakat Jatim, khususnya yang berada di selatan. Jalan itu akan
menghubungkan sedikitnya delapan kabupaten, sehingga diharapkan
membuka akses transportasi guna memacu perekonomian dengan
menstimulasi masuknya investor.
Seperti diketahui, kawasan selatan Jatim menyimpan potensi sumber
daya alam yang relatif besar dengan terdistribusi pada berbagai
sektor seperti pertanian, perkebunan, pertambangan, perikanan,
peternakan, kehutanan dan pariwisata. Akibat dukungan infrastruktur
jalan tidak mendukung, potensi itu pun hingga kini seolah tidak
terjamah.
Proyek JLS yang awal merupakan gagasan Pemprov Jatim ternyata
mendapat respons serius dari pemerintah pusat, sehingga kini
keberadaan proyek yang diharapkan menjadi 'pengungkit' perekonomian
Jatim itu dibiayai anggaran secara multiyears.
Ada tiga sumber pendanaan untuk merealisasikannya yaitu APBN, APBD
Provinsi Jatim dan APBD delapan kabupaten, di mana total dana yang
telah dikomitmenkan mencapai sekitar Rp3,1 triliun. Kedelapan
kabupaten itu adalah Pacitan, Trenggalek, Tulungagung, Blitar,
Malang, Lumajang, Jember dan Banyuwangi.
Dana APBN dialokasikan untuk konstruksi jalan dan jembatan, APBD
provinsi untuk penyiapan badan jalan serta jembatan, sedangkan APBD
kabupaten digunakan bagi proses pembebasan lahan.
Keberadaan proyek JLS oleh pemerintah pusat akhirnya dijadikan
program interkoneksi infrastruktur jalan kawasan selatan Pulau Jawa.
Ruas Jalan Trans-Selatan Jawa yang dimulai dari Anyer-Banyuwangi itu
akan menghubungkan lima provinsi, yaitu Banten, Jawa Barat, Jawa
Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jatim.
Proyek Trans-Selatan Jawa dengan JLS menjadi bagian yang diyakini
akan mengurai keterisolasian wilayah itu sehingga memicu kemajuan
kawasan itu.
Kondisi serupa setidaknya dialami lebih dulu di kawasan pantai utara
Jawa (pantura) dengan bertumpu pada jalan yang dibangun era kolonial
Belanda, yaitu jalan Daendels yang kini memasuki usia 200 tahun.
Jalur itu menghubungkan lima provinsi dengan jarak sekitar 1.000 km,
mulai Anyer di Provinsi Banten hingga Panarukan di Kab. Sitobondo,
Jatim.
Meski demikian, proyek JLS yang digagas Gubernur Jatim Imam Utomo
pada 2000 itu telah dimulai proses pembangunannya yang pencanangan
pertamanya dilakukan di Kab. Blitar oleh Presiden Megawati
Soekarnoputri pada 14 Februari 2004.
Namun, hingga memasuki tahun keempat penggarapan, progres JLS
dinilai banyak pihak masih lamban, karena dari delapan seksi (ruas
jalan), belum ada satu pun yang dirampungkan.
Profil dan progres JLS
Ruas JLS sendiri panjangnya mencapai 634,11 km, yang terdiri jalan
arteri dan kolektor. Apabila ditambah jembatan yang total panjangnya
5,32 km, maka panjang keseluruhan infrastruktur itu mencapai 639,43
km dengan lebar jalan mencapai 23 meter.
Proyek itu terbagi atas delapan seksi dengan menghubungkan delapan
kabupaten yaitu Kab. Pacitan (panjangnya 88 km), di Kab. Trenggalek
(66,8 km), Kab. Tulungagung (63,03 km), Kab. Blitar (66 km), Kab
Malang (124 km), Kab. Lumajang (64,64 km), Kab. Jember (85,15 km)
dan Kab. Banyuwangi (75,69 km).
Total dana yang dibutuhkan mencapai Rp3,1 triliun sesuai
penghitungan pada 2002. Dana itu untuk program pembebasan lahan
(arteri dan kolektor) mencapai Rp268,45 miliar, sedangkan untuk
biaya konstruksi jalan (arteri dan kolektor) plus jembatan mencapai
Rp2,92 triliun.
Progres proyek JLS sendiri kini baru merampungkan pembukaan dan
penyiapan lahan jalan sepanjang 247,95 km. Dari jumlah itu, ruas
jalan yang tuntas dikerjakan (diaspal) baru 53 km atau kurang dari
10% total panjang JLS. Jembatan yang telah dirampungkan sebanyak
delapan unit dengan panjang 1,23 km. Artinya, progres pembangunan
jembatan di sepanjang jalur JLS baru berkisar 20%.
Hingga kini total anggaran yang telah terserap mencapai Rp425,81
miliar atau sekitar 13,7% dari kebutuhan. Peran APBD Provinsi Jatim
memiliki kontribusi terbesar, yakni mencapai 58% atau senilai
Rp246,37 miliar. APBN menyumbang Rp112,79 miliar (26,15%) dan APBD
kabupaten berkontribusi sebesar 15,45% atau sebesar Rp66,65 miliar.
"Peran APBD Provinsi memang masih yang dominan untuk memacu progres
JLS, tetapi dukungan APBN serta sharing APBD delapan kabupaten masih
sangat diperlukan guna mendorong percepatan penuntasan pembangunan
JLS. Khusus untuk 2008, dukungan APBN semakin membesar setidaknya
ada alokasi Rp200 miliar, " kata Imam Utomo kepada Bisnis kemarin.
Perlu percepatan
Karena lamban dalam pengerjaan proyek itu, sejumlah kalangan di
Jatim mendesak penggarapan JLS segera dipercepat.
Ketua Komisi D DPRD Provinsi Jatim Bambang Suhartono mengatakan
pemerintah pusat perlu menempatkan proyek JLS sebagai prioritas
utama jika pemerintah pusat menginginkan Jatim berkontribusi dalam
pertumbuhan ekonomi nasional.
"Toh, sementara ini kontribusi besar Jatim terhadap product domestic
bruto [PDB/pendapatan nasional] tidak terbantahkan lagi. Bahkan
hasil sektor pertanian, perikanan dan perkebunan Jatim, merupakan
yang terbesar. Sumbangan itu akan semakin membesar bila JLS bisa
dipercepat penyelesaiannya, " kata Bambang.
Ungkapan senada juga disampaikan Ketua Kamar dagang dan Industri
(Kadin) Jatim Erlangga Satriagung.
Dia mengatakan Jatim merupakan salah satu pusat pergerakan ekonomi
Indonesia. Alasannya, provinsi ini merupakan basis industri dan
agrobisnis, sehingga pengembangan kawasan menjadi penting bagi
perekonomian nasional.
"Dengan kondisi ekonomi nasional yang sedang payah, maka hanya
kawasan Jatim yang cukup prospektif untuk dikembangkan sebagai motor
penggerak perekonomian. Dan penyelesaian JLS bisa berkorelasi erat
dengan percepatan ekonomi nasional," kata Erlangga.
Erlangga mengatakan banyak potensi di kawasan selatan yang belum
tersentuh. Bukan hanya potensi wisata, tetapi juga agrobisnis, dan
sektor kelautan serta perikanan.
Ketua Masyarakat Perikanan dan Kelautan Jatim Oki Lukito menilai
sektor perikanan Jatim hingga kini masih terkonsentrasi pada pantai
utara (Laut Jawa dan Selat Madura). Padahal, potensi Samudra
Indonesia (Jatim bagian selatan) sangat besar dan tidak terolah yang
mencapai 590.200 ton per tahun.
"Produksi perikanan Jatim 1,78 ton per tahun atau setara 20%
produksi nasional akan meningkat signifikan bila JLS dapat segera
selesai," kata Oki Lukito.
Menurut Erlangga, jika JLS terealisasi, infrastruktur secara
bertahap akan ikut terbangun, seperti pelabuhan internasional dan
fasilitas pendukun lainnya. Dengan demikian industri diharapkan akan
ikut tumbuh sebagai hinterland pelabuhan selatan, sebagaimana
pertama kali pelabuhan kawasan utara dibangun.
Harapan itu tentu tidak akan berarti apa-apa jika semua komponen
yang terlibat dalam pembangunan JLS, khususnya pemerintah pusat,
masih menggunakan paradigma lama yakni memperkokoh monopoli kawasan
utara Jawa atas pembangunan, sedangkan kawasan selatan, termasuk
dengan proyek JLS di Jatim, bukan wilayah yang diprioritaskan.
(redaksi@bisnis.
Oleh Yuristiarso Hidayat
Kontributor Bisnis Indonesia
http://www.bisnis.
_pageid=127&
date=26-JAN-
http://groups.yahoo.com/group/mediacare/
Blog:
http://mediacare.blogspot.com
http://www.mediacare.biz
Earn your degree in as few as 2 years - Advance your career with an AS, BS, MS degree - College-Finder.net.
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar